(dimuat di majalah saudagar)
Tidak mudah menemukan seorang budayawan yang serba bisa. Solo beruntung memiliki salah satunya. Seorang penari sekaligus pembatik, arkeolog, arsitek sekaligus kolektor benda seni. Dia adalah KRT Hardjonagoro.
Hardjonagoro merupakan pria berketurunan Tionghoa. Nama aslinya adalah Go Tik Swan. Ia mendapatkan nama tersebut karena faktor sejarah. Kakek buyutnya yang bernama Tjan Sie Ing, yang Luitenant der Chinezen van Soerakarta itu merupakan orang pertama yang mendapat pacht (hak sewa) atas pasar yang paling besar di Surakarta, yaitu Pasar Gedhe Hardjonagoro.
Memasuki rumahnya yang berada di kawasan Kratonan bagaikan memasuki sebuah museum. Banyak benda antik berada di sana.
Rumah yang teduh tersebut dilengkapi dengan dua pendapa. Satu pendopo yang terletak di sebelah selatan rumah memiliki kisah yang bersejarah, karena dahulu merupakan pendapa tempat penobatan Pangeran Puger menjadi Paku Buwono I. Kemudian, untuk pendopo yang lain terletak di belakang rumah. Pendopo itu adalah pendopo kuno dari Kartasura. Dulu pendapa tersebut merupakan kediaman Ndoro Kliwon Suroloyo, Seorang ulama pejabat Suronoto Keraton Surakarta pada zaman pemerintahan Paku Buwono II.
Rumah yang eksotik tersebut menjadi lebih indah karena dihiasi barang-barang kuno. Go Tik Swan sejak dahulu suka mengumpulkan benda-benda kuno bersejarah. Beberapa didapatkan secara tidak sengaja. Namun sebagian besar dari koleksinya tersebut kini telah disumbangkan kepada negara.
Go Tik Swan dilahirkan pada tahun 1930. Karena kesibukan orang tuanya, Go Tik Swan kecil diasuh oleh kakeknya yang bernama Tjan Khay Sing, seorang pengusaha batik. Kakeknya memiliki 1000 pembatik.
sumber: http://ompiq.wordpress.com/2008/04/12/ampyang-kacang-cina-gula-jawa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar